Pages

Selasa, 28 April 2015

PROGRESS PENULISAN ILMIAH "SIMULASI RAMBU LALU LINTAS UNTUK PENGENDARA SEPEDA MOTOR DI JALAN PROTOKOL"


1.      Ringkasan / Abstraksi
Alat ini berupa rambu-rambu lalu lintas yang dikhususkan untuk pengendara sepeda motor yang melintas di jalan protokol Daerah Khusus Ibukota Jakarta berdasarkan jam larangan melintas agar pengendara tidak melanggar peraturan.
Cara kerja nya adalah Monitor/ Display akan menampilkan larangan melintas bagi pengendara sepeda motor pada jam 06.00 – 23.00, dan menampilkan pemberitahuan bahwa Semua kendaraan boleh lewat pada jam 23.00 – 05.00 (Sesuai Pergub DKI Jakarta, Nomor 141 Tahun 2015)  dan Membuat sistem rambu rambu tersebut agar bisa di atur waktu pengoperasiannya sesuai keinginan secara dinamis melalui database

2.         Latar Belakang
Sulit dipungkiri bahwa menjamurnya jumlah pengendara sepeda motor adalah penyebab terjadinya kemacetan khususnya di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.  
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya bertambah sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit kendaraan per hari. Jumlah tersebut didominasi oleh pertambahan sepeda motor yang mencapai 4.000 hingga 4.500 per hari.
Selain penyebab kemacetan, angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia juga tinggi. sebagian besar dari kecelakaan lalu lintas yang terjadi adalah kecelakaan sepeda motor. Penyebabnya tingkat kedisiplinan masyarakat Indonesia dalam berlalu lintas itu sangat mengkhawatirkan, terutama untuk pengendara sepeda motor.
Kondisi keselamatan lalu lintas saat ini semakin mengkhawatirkan, banyaknya jumlah kecelakaan dan korban kecelakaan lalu lintas di jalan meningkat berbanding lurus dengan banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang kini telah mencapai ± 16 juta kendaraan. Dari jumlah itu, sepeda motor adalah dominasi di jalan raya dengan jumlah operasional mencapai ± 8,7 juta sepeda motor beredar di jalanan Jakarta setiap harinya. Data Polda Metro Jaya menunjukkan fakta bahwa dalam 3 tahun terakhir jumlah orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas adalah 2.593 orang, dimana 75%-nya atau 1.944 orang diakibatkan oleh kecelakaan sepeda motor.
Banyaknya ketidaktertiban dan pelanggaran lalu lintas oleh sepeda motor, bukan hanya menjadi persoalan perilaku mengemudi di jalan, tetapi juga telah menjadi persoalan citra Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Sebagai informasi, tingkat pelanggaran lalu lintas di wilayah Jadetabek berdasarkan data Polda Metro Jaya 4 tahun terakhir adalah sebagai berikut :
  •  Total pelanggaran lalu lintas / tahun = 781.829 pelanggaran
  •  Jumlah pelanggaran lalu lintas sepeda motor / tahun = 518.136 (66%)
  •  Jumlah pelanggaran lalu lintas kendaraan roda 4 / tahun = 263.692 (34%)
Maka dari itu, diadakan “Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor" tentang larangan melintas bagi pengendara sepeda motor di sepanjang ruas Jalan Medan Merdeka Barat – Jalan MH Thamrin. Namun sekitar tiga bulan sejak penerapan pada 17 Desember 2014 lalu, peraturan pelarangan motor melintas di Jalan Medan Merdeka Barat-Jalan MH Thamrin sudah direvisi.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 141 Tahun 2015 sebagai pengganti Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014 tentang pelarangan perlintasan sepeda motor di jalan protokol tersebut
Pergub Nomor 141 Tahun 2015
tersebut baru saja terbit tanggal 18 Maret. Bahwa untuk jam restriksi atau pelarangan perlintasan kendaraan roda dua di jalan tersebut hanya berlaku dari pukul 06.00-23.00 malam. 
Sehingga pengendara motor
hanya diizinkan melintas di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat-MH Thamrin mulai pukul 23.00-05.00.
Oleh sebab itu dibutuhkan Rambu-rambu lalulintas khusus untuk pengendara sepeda motor yang melintas di  jalur protokol tersebut.

3. Progress Penulisan
            Baru sampai perancangan untuk jalan masuk sepeda motor yang akan masuk ke jalan protokol yang biasanya berupa lampu merah/ Traffic light, menggunakan mikrokontroller arduino, breadboard, dan led yang di rangkai untuk mendapatkan kondisi “Lampu Merah”

HAM menurut pandangan Islam dan Barat


HAK ASASI MANUSIA 
 
Pengertian Hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati.) oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apapun yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat semaunya.
Hak asasi yang dimiliki oleh manusia telah dideklerasikan oleh ajaran islam jauh sebelum masyarakat(Barat) mengenalnya, melalui berbagai ayat Al-Qur’an misalnya manusia tidak dibedakan berdasarkan warna kulitnya, rasnya tingkat sosialnya. Allah menjamin dan memberi kebebasan pada manusia untuk hidup dan merasakan kenikmatan dari kehidupan, bekerja dan menikmati hasil usahanya, memilih agama yang diyakininya. 

HAM dalam pandangan Islam dan Barat 

HAM terbagi menjadi 2 HAM Menurut barat dan menurut islam.
HAM barat bersifat anthroposentris, yaitu segala sesuatu berpusat pada manusia sehingga menempatkan manusia sebagai tolak ukur segala sesuatu.
HAM islam bersifat theosentris, yaitu segala sesuatu berpusat pada Allah.Dalam konsep demokrasi modern, kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi sedang demokrasi islam meyakini bahwa kedaulatan Allah lah yang menjadi inti dari demokrasi.

Penerapan demokrasi dianggap sebagai pilihan terbaik untuk mengatasi berbagai kemelut yang melanda negeri mayoritas muslim ini. Menurut pengagumnya, sistem demokrasi memberikan ruang dan kesempatan sangat luas bagi rakyat untuk turut terlibat dalam proses kekuasaan. Dengan demikian, berkuasanya pemerintahan yang korup dan menindas rakyat dapat dicegah. Di samping demokrasi, beberapa ide lainnya yang yang dianggap mampu memberikan solusi atas carut-marutnya kehidupan sosial-politik saat ini adalah HAM dan pluralisme.

Demokrasi tidak hanya batil secara konsep, namun juga hanya menawarkan ilusi. Rakyat yang dijadikan sebagai pemegang kedaulatan itu hanya dilibatkan saat pemilu tiba. Pada musim kampanye, partai-partai peserta pemilu merayu rakyat dan mengobral janji- janji manis agar rakyat memberikan suara kepadanya. Setelah mereka memperoleh suara dan berhak mewakili rakyat, mereka berhak menggunakan untuk apa saja yang dipandang sejalan dengan kepentingannya. Anehnya, mereka senantiasa mengatasnamakan rakyat. Padahal, mereka sama sekali tidak pernah berkonsultasi kepada rakyat pemilihnya. Bahkan, tidak sedikit pula rakyat pemilihnya itu tidak menyetujui manuver-manuver yang dilakukan partai-partai yang dulu dipilihnya. Sewaktu berkampanye, di antara partai-partai Islam itu ada yang berjanji akan memperjuangkan diterapkannya syariat Islam. Di panggung-panggung kampanye, mereka mengecam ide sekular dan tokoh-tokonya. Dan karena materi kampanye itu, tidak sedikit umat Islam bersimpati kepadanya lalu mencoblosnya. Namun, tatkala pemilihan presiden, partai-partai Islam itu justru mencalonkan Gus Dur. Tokoh demokrasi yang sering menyebut partai-partai Islam dengan sebutan sektarian.

Kini, partai-partai Islam itu ramai-ramai mendukung Megawati. Tokoh nasionalis yang menjadi ketua umum sebuah partai politik yang amat menentang penerapan syariat Islam (kasus terakhir menentang rencana pemberlakuan syariat Islam di Aceh). Partai-partai tersebut masih saja mengklaim bahwa mereka mewakili sekian juta dari pemilihnya. Pada hal, setelah menyaksikan perilaku elit-elitnya yang tidak konsisten dengan Islam, mereka kecewa dan tak lagi mendukungnya. Hal yang sama bisa terjadi pada partai-partai lainnya. Jika demikian, di manakah peran rakyat? Rakyat hanya diperlukan saat pengambilan suara. Selebihnya, terserah partai-partai politik itu.

Saat ini, memang demokrasi telah mendapat pasaran yang paling tinggi sebagai jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Demokrasi, yang secara teorinya dimaksudkan sebagai suatu sistem yang dibentuk, dijalankan, dan ditujukan bagi kepentingan rakyat ini dalam tataran praktiknya akan sentiasa mengalami berbagai penyesuaian dan perubahan, sehingga seringkali penerapannya bersifat trial and error, atau sebagai mana yang dikatakan para pengusungnya, demokrasi itu bersifat projek.
Dan tentu saja, pemahaman Islam ortodoks berpengaruh dalam membentuk eksklusivisme hingga menyebabkan kebanyakan kaum muslim bersikap tertutup dari hal-hal yang berbau modernisme, di samping mereka juga terbuai oleh romantisme masa lalu. Oleh kerana itu, kaum muslim wajib menimbus semula kemunduran mereka menerusi binaan semula kefahaman Islam mereka.

Mungkin gagasan rekonstruksi inilah yang menjadi pesan yang gigih disampaikan oleh mereka yang mahu menerapkan demokrasi ke dalam dunia Islam. Lalu ungkapan seperti “nilai demokrasi juga terkandung oleh Islam”, “demokrasi merupakan bahagian dari Islam”, ataupun “demokrasi adalah Islam itu sendiri” kerap dikumandang kebelakangan ini.
 Meskipun demikian, banyak pula para apologis muslim yang menolak adanya penerapan demokrasi ke dalam Islam, sebab menurut mereka, demokrasi dan Islam itu adalah dua hal yang berbeza dan tidak mungkin dapat disetarakan. Ini kerana, bagi mereka, demokrasi adalah pemikiran kufur yang tentunya haram untuk diamalkan oleh kaum muslim. Bagaimanakah hubungan yang sebenarnya antara Islam dan demokrasi ini? Secara sejarahnya, gagasan demokrasi berasal dari budaya kuno Yunani yang mahu membentuk pemerintahannya yang dipimpin oleh ramai orang. Dan, pada tahun 508 SM, Cleisthemes mula-mula memperkenalkan dan melaksanakan sistem “pemerintahan rakyat” di Athens.
 Akan tetapi idea demokrasi itu muncul dan berkembang di Eropa sebagai jalan tengah dia atas pertikaian antara kaum gerejawan yang mahu pemerintahan diserahkan kepada raja yang dikatakannya sebagai wakil tuhan di dunia. Sebaliknya, kaum pemikir pula mahukan agar gereja jangan mencampuri kehidupan kerana sejarah abad kegelapan telah membuktikan betapa peranan gereja dalam kehidupan hanyalah melahirkan kediktatoran dan kesengsaraan bagi rakyat.
Pada saat itu demokrasi muncul untuk menyelesaikan pertikaian yang ada sehingga berlakunya kesepakatan antara kaum gerejawan, atau istilah yang lain, agamawan, dengan para pemikir. Keadaan akhirnya menentukan bahawa gereja/agama hanyalah semata-mata mengatur dalam tataran peribadi individu, sedangkan politik kenegaraan telah diserahkan sepenuhnya kepada rakyat.
Jadi, idea inilah yang kemudian dikenal sebagai sekularisme (pemisahan agama dalam kehidupan) yang juga menjadi dasar bagi lahirnya idea kapitalis itu sendiri. Sehingga boleh dikatakan bahwa demokrasi itu lahir dari idea sekularisme yang notabene kepada ideologi yang telah lahir dari peradaban barat. Walau bagaimanapun, seiring berjalannya waktu, konsep demokrasi turut mengalami perkembangannya. Dan demokrasi ini kemudiannya telah diserukan oleh banyak kelompok, di mana masing-masing dari mereka telah merumuskan makna demokrasi dan dikaitkan dengan akidah yang diyakininya, serta kemudiannya turut disesuaikan dengan tujuan-tujuannya.

Kesannya, pengertian demokrasi menjadi beragam, sehingga menimbulkan jargon seperti demokrasi Islam, demokrasi sosial, dll. Hal inilah yang mendorong Robert Dahl dalam On Democracy mengungkapkan bahawa, ”demokrasi itu sebenarnya sering simpang siur.”
Selain daripada itu, keadaan ini juga mencerminkan kebenaran tanggapan bahawa demokrasi itu sendiri sememangnya merupakan suatu masalah yang membingungkan. Ini bererti, masalah teori demokrasi saja sudah berdepan dengan kerencaman yang tiada penyelesaiannya. Jadi adalah wajar jika dalam tataran praktiknya demokrasi itu akan terus mengalami perubahan serta penyesuaian dengan suasana dan tempat sewaktu diterapkannya demokrasi tersebut.

Sehubungan dengan itu, timbul pertanyaan, bagaimana mungkin jika demokrasi yang bersifat membingungkan dalam tataran teorinya itu serta masih bersifat trial and error dalam tataran praktiknya mampu menjadi penyelesaian di atas permasalahan manusia yang kita tahu memang kompleks sifatnya? Bukankah itu sama halnya dengan ungkapan “menyelesaikan masalah dengan masalah ”Sungguhpun begitu, Alija Izetbegovic, pengarang buku Islamska Deklaracija, juga sekaligus failasuf dari Bosnia & Herzegovina berpendapat  bahawa “keunikan Islam adalah kerana ia mempunyai perspektif holistik di mana norma- norma agama adalah sebuah praktik politik yang korektif, sehingga agama itu sendiri menjadi wahana untuk memperbaiki kehidupan khalayak, dan bukannya mengkhianatinya”.
 Rumusan Izetbegovic ini bermakna bahawa Islam itu mampu untuk muncul sebagai suatu aturan kompleks bagi mengatur seluruh aspek termasuk membangunkan sistem pemerintahan, dan hukum yang dijalankan adalah berdasarkan kepada sumber Islam itu sendiri, yakni al-Qur’an dan hadis.









Referensi: